I am kind of organized person, I do
always have plan almost for everything including my decision to join student
executive board of my faculty in my university.
Rencananya masuk BEM hanya untuk satu periode yaitu selama tingkat 3 kuliah.
Karena gw pikir satu periode di BEM udah cukup menambah pengalaman gw di
organisasi beside after BEM, di
tingkat 4 gw punya prioritas lain yaitu fokus kuliah. I need to prepare myself to face the end of my college year, I need to
pay every lectures which have left behind, I need to make my title degree is
really worth by being an excellent bachelor. Singkatnya, tingkat 4 gw mau
memastikan bahwa apa yang telah gw pelajari selama ini tidak sia-sia, dan gw
bisa menguasai itu semua--- Karena gw gamau jadi sarjana sastra abal-abal.
Balik
lagi ke BEM, ya di tingkat 3 gw join BEM dan gw bener-bener NIAT untuk itu.
Sampe gw memprioritaskan BEM dibanding kuliah karena memang, once again, tingkat 3 gw butuh BEM
sebagai bagian dari pengalaman di masa kuliah gw. Gak banyak basa-basi, dengan
modal CV kreatif, pengalaman organisasi saat sekolah dulu, lalu wawancara
sederhana akhirnya gw resmi jadi pengurus BEM (Note: Istilahnya 'pengurus'
bukan 'anggota'. However, pengurus
BEM adalah anggota BEM, tapi anggota BEM belum tentu pengurus BEM e.g.
Mahasiswa biasa yang bukan 'anak BEM' adalah anggota BEM
#biasakanyangbenarjanganbiasakanyangsudahbiasa). So, gw resmi jadi pengurus BEM sejak itu dan gw berusaha put my best on it, gw selalu berusaha
ada dikala BEM butuh gw, dan gw mau cari sebanyak-banyaknya pengalaman di sini.
Do you know what's most inevitable
fact of BEM?
Gw
menyimpulkan bahwa selama 3 tahun gw kuliah, belajar di kelas mengikuti
perkuliahan-perkuliahan, JUSTRU the true
learnings itu ada di BEM. Justru, pelajaran dan pengalaman selama satu
tahun gw di BEM lebih berharga ketimbang 3 tahun gw belajar di kelas. Like literally oh my goodness, ini tuh beyond my expectation. It's not only add the
value of my CV later when I apply to company or such. IT IS MORE THAN THAT! Sampe gw tuh ngerasa, gila gw beruntung
bangetlah jadi anak BEM. Sumpah ini gak lebay, it's truly what I've felt since I join BEM. Mungkin karena gw put 100% dedication juga kali ya di
sini. Whatever, pokoknya BEM ngasih
banyak pelajaran sama gw, dan gw bisa menyalurkan bakat dan interest gw di sini. Contohnya? Banyak.
Gw
punya interest dan sedikit keahlian
di editing & design which is
eventually itu bermanfaat di BEM dengan gw ngedesign logo baru BEM (yang
notabennya ini logo bakal kepake terus sampe gw wafat dengan catatan ga ada
ketua BEM selanjutnya yang berinisiatif ganti logo BEM FSastra Gunadarma, dan
semoga ga ada karena itu berharga banget buat gw :') #curhat
#emanginicurhatsih). Gak cuma interest
gw doang yang kepake, my speaking skill
and confidence are also useful here, kalo gak jadi anak BEM kayaknya gw gak
akan mencicipi pengalaman menjadi moderator, MC, ketua acara, dll. Apalagi pas
jadi ketua acara gw ngerasain lagi atmosfir mengatur banyak hal kompleks since gw vakum beberapa tahun di dunia
organisasi (baca: My Organization Stories: From School to University), such as bekerjasama, teamwork yang beneran teamwork, mikirin strategi. Gw bersyukur
diberi kesempatan untuk jadi ketua acara. Karena itu, gw belajar approaching speaker, sponsor, bikin MOU,
nyari dan attract peserta, ngurusin
perizinin ini itu, nanyain soal media partner, design sertifikat peserta, plakat, dll, pokoknya make sure everyhing's okay in preparing the
event, deh. Dan yang bikin lebih bersyukur lagi yaitu dengan join BEM gw bisa menyalurkan ide dan
pemikiran gw. Termasuk seminar yang gw ketuai itu adalah ide yang selama ini
ingin gw realisasikan. Kalau gak di BEM, mungkin gw gak akan pernah bisa
merealisasikan itu. Gw juga semenjak tingkat satu pengen banget ada english
club di kampus tapi belum ada juga, sampai akhirnya di BEM gw menginisiatifkan
itu (bersama teman gw) dan jadilah Gunadarma English Club (GEC), gw bikin logonya lagi, term and condition, dll. Selama di BEM,
gw jadi panitia di berbagai kegiatan yang makin menambah practical experience gw dan itu gak hanya di ruang lingkup sastra
tapi juga ruang lingkup lain seperti seni musik, olahraga, politik,
sosial. Ah, pokoknya kalau gw ngomongin
apa yang udah dilalui di BEM banyak banget, ada sejuta momen di sana that I bet I will never forget them.
But,
dari semua hal yang udah disebutin di atas, what's
most precious is the value of becoming human as homo social was really thick.
Di sini gw belajar bagaimana menghargai dan mengerti jalan pikiran seseorang,
gak mudah mencap negatif atas tindakan yang diperbuat seseorang because every moves of someone is based on
reasons which sometimes can't never be understood by our own perspective.
Di sini gw lebih sosialis dan sadar betapa bodohnya gw, tapi dengan merasa
seperti itu, literally, i always learn
something. Hal lain yang gw syukuri dari aktif di kegiatan BEM adalah
banyak temen, kenal sama junior, senior, bahkan pihak-pihak luar kampus, and I learned so much from them, and I learned
to respect them.
Then, from a bunch of valuable things which I got by being a part of BEM, why did I so damn confused in deciding to resign or not?
First,
Setahun gw di BEM, gw merasa bermanfaat dan berkembang. Dari hal itulah mulai
terpikir untuk break rencana awal
yang menyebutkan bahwa gw hanya akan mengikuti satu periode di BEM. Gw mulai
ada niatan untuk lanjut BEM sajalah, toh the
longer, the more I shall get the experience. Namun, second, suddenly di penghujung periode seolah semuanya berbalik 180
derajat. Gak semua hal manis selamanya manis, there is always bitter memories and bastard people in a splendid
circumstances. I know hal itu
pasti, and I can fine with that. Tapi,
kenapa bisa sampai segalau ini? Karena sangat fatal, and for me, it is intorelable. I dont want to tell the ugly truth to
avoid gossip, yang jelas hal ini membuat hati dan otak jadi gak sinkron.
Hati bilang tidak, otak bilang why not?
Akhirnya gw memutuskan untuk istikharah dan hasilnya tidak. Tapi, setelah
jawaban ‘tidak’ itu , selama satu bulan gw masih tetap mempertimbangkan untuk
lanjut, dan saat itu gw membuat beberapa rencana yang akan dijalankan jika pada
akhirnya gw lanjut BEM, and also I have
several reasons to stay. I can say
that it is my hardest decision which I need to take because ini perkara
yang susah untuk ditinggalkan tapi maksa untuk dilepaskan. Stay or leave? Hence I share my vacillations and worries to my closest
friends, and after that, I wasn't get what I really want, thus I still tried to
swim in the middle of ocean, and didn't found the edge yet. Sampe
akhirnya... due to my weary in deciding
the unfixed thing, gw tersadarkan ketika hati kecil gw berkata, "Lista, no matter what you've been planned
for BEM which is excellent in your opinion, your calculation and logical
thinking shall never able to compete with the logic of YOUR GOD." Gw
udah istikharah dan jawabannya tidak, tapi gw masih tetap mempertimbangkan
untuk lanjut BEM setelah istikharah itu. Hingga detik-detik terakhir keputusanpun
gw masih galau juga, so finally I thought
that perhaps the first answer of my istikharah is the best way that Allah has
pointed me since I drown with terrible confusion. Akhirnya dengan berat
hati dan rasa sedih gw memutuskan untuk resign
dari BEM. Awalnya memang berat, tapi gak lama beberapa hari kemudian, I was like given guidance for what I need to
do during the rest of my time in college year, and suddenly I was really
grateful. Sampe sekarangpun, well I
am, really grateful for what I have decided.
However,
gw juga bersyukur karena diberi kesempatan untuk bertemu teman-teman yang luar
biasa di BEM. Gw beryukur atas pelajaran dan pengalaman berharga yang gw dapat
di BEM, and for God's sake I will never
forget them--- all my friends here, memories, and learnings. BEM memberikan
sejuta manfaat dan pembelajaran bahkan ketika dalam masa sulit sekalipun. Satu
pesan buat kalian yang baca ini, if you
are a college student, go bustle yourself with student organization, you will
never regret your action for then.
Dengan
keputusan gw itu, which is resign, everything's back build upon my early plan.
Gw hanya berpartisipasi aktif di BEM selama satu periode. At least, di tingkat 4 ini gw bisa ngejar salah satu target gw yang
lulus dengan predikat sarjana anti abal-abal. Dari kebimbangan dan kegalauan
ini gw belajar bahwa kita gabisa memaksakan sesuatu yang sudah tidak pada
tempatnya. Selogis apapun kita, sometimes
we just need totally believe in our heart, and TRUST OUR GOD. Percaya bahwa
segala sesuatu sudah ditetapkan dan diatur oleh tangan yang berkuasa akan hal
itu. Percaya bahwa ke depannya ada hal yang jauh lebih baik telah disiapkan
untuk kita. So, the key is BELIEVE. JUST B E L I E V E!
No comments:
Post a comment